Mengandung dan Melahirkan di Jepang #4 (Melahirkan)

Tibalah saat yang dinanti dengan berbagai perasaan didalamnya, ada senang, gak sabar, khawatir, sedih juga, takut apalagi. Saat pemeriksaan hari Selasa di pekan ke 38, ada hal yang mengejuktkan, karena ternyata saya sudah bukaan 2. Ini mngejutkan bagi saya yang belum lengkap siap-siapin barang-barang yang dibutuhin untuk nginep di rumah sakit (gurbakk!). Dan akhirnya sepulangnya dari RS saya dan suamipun sempet-sempetnya jalan-jalan belanja.

Berdasarkan pengalaman ibu yang sudah menangani beberapa kehamilan, karena ibu adalah bidan hehe. Beliau pun bilang, wah besok juga bakal keluar tuh! Saya dan pak suami sontak terkejut dan saya yang masih bisa cengengesan pun belum merasakan yang namanya kontraksi alias mules-mules.

Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu pun terlewati. Saat itu adalah saat harap-harap yang paling cemas, kalau kata mamah, yaudah nginep di RS aja.. Oww tapi tunggu dulu, untuk dapat dinyatakan bisa menginap di RS haruslah memenuhi 3 syarat; Kontraksi yang berulang setiap 10 menit, Pecah ketuban, atau Perdarahan. Kira-kira itulah syarat ditetapkan oleh pihak RS disini. Dan karena saya belum mengalami itu semua, saya pun tinggal di rumah dan masih menyempatkan foto-foto sebelum daunnya makin rontok -__-

Sabtu malam, rasa mules yang katanya hampir mirip dengan mules menstruasi pun datang. Sebelumnya saya bingung, kalau sudah bukaan itu masih bisa sholat gak ya? Dan memang ada beberapa pendapat, salah satunya saya mengikuti yang ini (https://rumaysho.com/6388-hukum-darah-sebelum-melahirkan.html) yang menyatakan bahwa masih bisa sholat.

Dengan bantuan aplikasi, interval mules pun saya hitung, sampai pada akhirnya Ahad malam sekitar jam 11, kami memutuskan untuk ke RS karena kontraksi yang makin berulang dan adanya flek darah. Yang mana mules yang dirasa memang sama dengan saat saya menstruasi yang nyerinya bisa sampai nungging guling-guling. Saya yang sebenernya masih takut-takut ini akhirnya merelakan, terserah nanti disana mau diapain aja, sambil berdoa semoga apapun cara lahirnya, semoga itu yang terbaik yang dikasih sama Allah.

Sesampainya di Emergency, yang sebelumnya bahkan sempet salah sambung pulak teleponnya, duh. Kami pun disambut oleh suster yang saat ditelepon sudah saya beri tau keadaan terakhir sebelum menuju RS. Saya pun dibawa ke ruangan untuk pengecekan kontraksi. Diruangan pemeriksaan, ketuban saya pecah, dan bukaan sudah mencapai 7 cm.

Di RS yang saya tempati, ada dua ruangan terpisah yakni ruang kontraksi (labor room) dan ruang kelahiran (delivery room), setelah pemeriksaan saya pun saya berganti baju dan dibawa ke ruang labor, dengan berjalan kaki, oke hmm. Di ruang labor yang kata senior saya adalah ruang pesakitan, karena memang ruangan yang dikhususkan untuk kontraksi. Dan, disanapun saya merasakan kontraksi yang bener-bener kontraksi yang digambarkan oleh salah seorang sahabat sebagai rasa mules dengan hasrat ingin buang air besar yang air nya suangat besarrr! Sampai-sampai saya khawatir kalau anus saya akan pecah karena kuatnya tekanan kearah sana. Dibantu oleh seorang bidan, saya pun diajarkan cara bernapas dalam untuk mengurangi rasa sakit, ditambah juga fasilitas bola kasti yang fungsinya menekan bagian anus agar tidak terlalu sakit, dan itu adalah tugas suami saya yang hampir semalaman melakukan tugas mulia itu.

Waktu menunjukan pukul 4 subuh, saya yang sudah tidak sabar pun semakin gelisah dengan rasa sakit yang tidak berkesudahan. Saya pun bertanya kira-kira berapa lama lagi harus begini. Ibu bidan menjelaskan bahwa bukaan belum sampai 10 cm dan untuk melahirkan interval kontraksinya harus setiap 2 menit. Hiks. Perlakuan induksi pun ditambahkan karena kontraksi saya yang masih 6 menit. Pukul 8 pagi dan kabar baik itu datang, saya boleh pindah ke ruang delivery karena bukaan sudah lengkap dan kontraksi sudah semakin sering. Saya pindah ruangan dengan berjalan kaki, yak, disuruh jalan kaki!

Sesampainya diruangan pun, oleh seorang bidan saya masih harus mencoba berbagai macam posisi untuk bisa mengejan, masih ditemani suami. Saat rambut bayi sudah terlihat saya pun dinyatakan sudah siap untuk melahirkan, pak suami diminta keluar ruangan. Yakk, keluarr deh dia. Dan tim paramedis yang terdiri dari dua dokter, dua bidan, dan beberapa suster pun datang. Saya sudah pasrah dengan adanya satu dokter lelaki yang ada disana, dalam situasi darurat sehingga kondisi yang menurut saya tidak ideal itu harus dihadapi, Alhmdulillah dokternya baik dan mirip sama yang ada di dorama yang pernah saya ceritakan, *haduh ris!

Beberapa kali harus mengejan, yang saya ingat adalah jangan merem (karena bisa menyebabkan pembuluh darah di mata pecah), jangan angkat pantat (karena bisa menyebabkan robekan sampai anus) dan jangan teriak (karena akan mengabiskan tenaga). Di suatu hentakan dengan aba-aba yang dikomando oleh pak dokter; Seeei no, ich ni san! saya merasakan perut tetiba menjadi ringan dan ada teriakan seorang bayi diujung sana. Alhmdulillah rabbi habli minnasshalihinn.. Tatapan mata saya pun tak lepas dari sosok itu, selain untuk melupakan rasa sakitnya dijahit, saya pun tertakjub dengan manusia yang akhirnya lahir itu :’)

Entah berapa jahitan, karena saya sudah males tanya, plus gak tau bahasa jepangnya hhe. yang pasti itu terasa nyut-nyutan. Alhmdulillah proses melahirkan selesai sudah, dokter pun mempersilakan saya beristirahat sekitar satu jam di ruang persalinan, setelahnya diperbolehkan ke ruang inap dengan jalan. Oh tidak, jalan lagi? Alhmdulillah karena saat mencoba berdiri pengelihatan saya menjadi berkunang-kunang, sayapun dibawa ke ruang inap dengan kursi roda 😀

Tinggalkan komentar