Reflection

23 September.

Jakarta Pagi Hari…

Blok M, Blok M…
Bangku pojok depan dekat pintu, masih menjadi primadona pilihan saat menaiki metro mini seorang diri. Sederhana, karena disana tingkat arus angin yang cukup tinggi dan apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, peluang untuk escape terbuka lebar 😀

Beberapa hari setelah pemimpin kota ini dipilih. Terlalu anti-mainstream jikalau kiranya saya berkoar-koar. “Hoyy. Mana Jakarta Baru! Masih sama deh kayak kemaren-kemaren.”. Dan jelas, itu tidak elegan. Maka, saya maklumi bahwa untuk perubahan memang membutuhkan waktu dan kesabaran.

Setelah berganti angkutan dan tiba di salah satu transit koridor busway dari yang satu ke koridor busway yang lainnya. Ialah koridor transit terpanjang saya pijaki, menuju ke Semanggi. Jembatan transit terpanjang yang membuat saya senang melenggang di atasnya, karena disaat mobil-mobil di bawah saya stuck karena macet, saya dengan santainya jalan tanpa hambatan 😉

Balik lagi ke menikmati perjalanan di sepanjang jembatan transit. Bahagia itu memang sederhana, saya seakan sejajar dengan gedung-gedung tinggi berkilauan yang ‘sepertinya itu menjadi penyumbang efek rumah kaca’ eh. Seakan seluruh pemandangan kota memantul lewat sana.

Berkaca.

Who is that girl I see
Staring straight back at me?
When will my reflection show
Who I am inside?

Tentang berkaca. Tak hanya sekedar berkaca yang hanya pada permukaan. Namun, jauh melihat kedalam. Ke dalam diri. Look Inside. Find Ourself. Musasabatun nafsi. Menanyakan diri yang sudah jauh berlari, apakah ada yang tertinggal? apakah ada yang kurang? apakah ada yang harus diperbaiki?

Biarkan hati menjawab dengan jujur, biarkan hanya Allah yang berhak menghakimi.

Kaca… Mana kaca? 😉

Allaahumma kamaa hassanta kholqii fa hassin khuluqii

Gerak Lurus Berubah Beraturan

Time flies. People change.

Seakan tanpa perlu komando, sudah begitu adanya. Ada kala bertahan, ada kala berubah. Dan perubahan adalah satu-satunya hal yang tidak akan berubah di dunia ini. Berubah adalah bergerak. Dan yang tidak berubah berarti tidak bergerak. Yang tidak bergerak adalah benda-benda mati. Sederhananya begitu.

Berubah kearah mana? Terserah, gak ada yang larang. Mau berubah jadi lebih buruk atau lebih baik dari sebelumnya. Terserah. Tetapi menjadi tidak terserah kalau kita paham konsekuensinya.

Konsekuensi dari hidup kita yang ingin diarahkan kemana. Karena hidup pilihan. Lalu, kita lebih memilih untuk lebih baik daripada sebelumnya, karena kita percaya akan kebaikan-kebaikan yang tidak sekadar dipahami lewat panca indera dan logika. Ialah kebaikan yang berhulu dari hati yang mengimani, kemudian termanifestasi dalam lisan dan tindakan keseharian. Yang menghasilkan singkronisasi dan terlihat dalam akhlak.

Dan kemudian kita lebih memilih untuk berubah kearah kebaikan. Memilih jalan yang menyeru pada kebaikan bagaimanpun terjalnya. Memilih menyikapi segalanya dengan paduan syukur dan sabar. Memilih selalu gembira dan bahagia. Memilih untuk selalu berprasangka baik kepada Maha Pencipta. Memilih untuk selalu bersegera.

‘Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang bersegera dalam melakukan perbuatan-perbuatan baik’ (Q.S Al-Anbiya (21) : 90)

Kalau di dalam permainan bola, pertahanan terbaik adalah menyerang, disini bisa kita katakan, pertahanan paling baik adalah dengan terus berubah dalam kebaikan. (Afifah, dengan beberapa penyesuaian ^^)

*NB: Jazakumullah khair, untuk anggota grup atas kulsapnya pagi ini 😉

 

 

 

Luminescence

“Hakikatnya menuntut ilmu itu bisa dilakukan dimana saja, kapan saja, dengan cara yang berbagai macam, tiada batasannya… hanya kemudian manusia sendirilah yang membuatnya terbatasi… dengan pikirannya, dengan sistemnya, dengan ijazahnya, dan lainnya. Hingga kemudian manusia pun jadi sering lupa akan hakikat paling utama dari menuntut ilmu itu… yaitu seberapa besar ia mampu beramal dengan ilmu yang ia miliki…” -dari guru seorang kakak kelas

Dia yang paling baik, adalah dia yang paling bermanfaat. Dia yang paling bercahaya, adalah ia yang cahayanya berpendar pada sekitar.

Long Term Memory

 ‎”Bahkan target berapa juz yang akan dihafal adalah target dunia. target yang sesungguhnya adalah bertambahnya kualitas cinta dan interaksi kita pada Al-Quran”

“Jangan pernah ucapkan ‘ah hafalan gue cuma segini’. Hey itu nikmat Allah yang patut disyukuri. Hafalan 3 surat di juz 30 akhir beserta Al-Fatihah jika benar2 kamu cintai-pahami-dan amalkan karena Allah itu lebih berharga daripada berjuz-juz namun hanya jadi penghias bibir.”

“Semakin cinta pada Al-Quran, semakin banyak pula interaksi dengannya, semakin banyak yang ingin terhafal, semakin ingin banyak memahami, dan semakin ingin untuk mengamalkan” (Dikutip dari status yuri ^^)
Tentang mengenal, mencintai, mengingat, mengerti, dan mengamalkan. Akhirnya pada kejadian-kejadian yang kita telah, sedang, dan akan alami kemudian, memori kita sudah terasosiasikan pada pesan-pesan-Nya yang menuntun kita untuk terus berada dalam jalan kepada-Nya.

September

Dalam rindu kami, ada doa yang terlipatganda saat lamat-lamat disematkan dalam tengadah, hingga berpilin jauh ke langit.

Dalam rindu kami, ada hati yang ingin selalu berpaut dalam ketaatan dan kesadaran penuh pada penggenggam hidup dan mati

Dalam rindu kami, ada harap untuk tetap menjaga kehormatan yang kadang tercompang-camping di tengah upaya kami membadai dan membumi

Wahai Allah, sudah banyak nikmat yang Engkau beri sampai kami menginjak usia kami yang saat ini. Kau cukupkan kami, tapi terkadang kami yang mengurangi sendiri. Kami yakin, doa, cita, dan harap kami, sudah kau dekap erat sekuat Engkau jaga kami dalam berkah dan istiqomah. Jaga kami ya Allah, jaga kami sampai nanti kami bertemu pada akhir yang paling baik dalam hidup kami…

Genau #1

Sesaat lagi kau akan mengetahui perbedaan yang halus antara bergandengan tangan dengan merantai jiwa

Antara berserah dan menyerah

Dan kau akan mulai menerima kegagalan dengan kepala tegak dan mata terbuka,dengan kebesaran hati seorang dewasa, bukan dengan kemurungan anak-anak

Dan kau akan belajar membangun semua jalanmu hari ini karena esok terlalu tak pasti untuk rencana

Sesaat lagi,kau akan mengetahui bahwa sinar matahari bisa membakar kalau kau menerimanya terlalu banyak

Karena itu, tanamilah kebunmu sendiri dan sinarilah jiwamu sendiri daripada menunggu seseorang memberimu bunga

Dan kau akan tahu bahwa kau sungguh-sungguh dapat memikul beban

Bahwa kau benar-benar kuat

Dan kau benar-benar berharga

Chiken Soup of The Soul

Awaken

Dimana seseorang telah berdamai dengan masa lalu, masa sekarang, dan masa depannya. Ia tidak lagi menghindar dari noda hitam masa lalunya. Bahkan ia tidak menganggap itu sebagai noda hitam. Ia hidup di saat sekarang.di saat tubuh, pikiran dan hatinya hadir bersama nafasnya. Ia tak lagi takut dan khawatir akan ketidakpastian masa depan, namun itu tak mencegahnya untuk melakukan yang terbaik. Baginyasemua telah, sedang, dan akan berjalan semupurna. Bukankah semua telah direncanakan sebelumnya oleh Sang Maha Sempurna?

Saat seseorang berhenti memilih antara kaya dan miskin,  sehat dan sakit, hidup dan mati, dicinta dan dibenci. Bagi seseorang yang memiliki kesadaran yang lebih tinggi ia telah berhenti memilih. Ia telah mengikhlaskan dirinya untuk menempuh sebuah proses kehidupan. Ia menyerahkan kehidupannya kepada kekuatan yang menciptakannya. Ia hanya tau berbuat menurut hati nuraninya dan menyerahkan hasilnya pada sang penentu. Baginya yang terpenting adalah apa yang ada di dalam dirinya, entahitu bernama iman, kepercayaan, cinta, pemahaman,kebijaksanaan, atau yang lainnya. Yang pasti itu semua mengacu pada pemahaman terhadap diri sendiri serta hubungannya dengan Rabb yang menciptakan alam semesta… (DyFi)

Tulisan itu mengajarkan tentang apa makna kesadaran tertinggi dari seorang manusia dalam menjalani kehidupannya. Dan tersadar, ternyata belum sepenuhnya tersadar…

Puisi

Puisi adalah rehat bagi jiwa yang penat. Puisi adalah penawar dahaga di tengah teriknya sahara. Namun lebih dari itu, puisi adalah cermin tempat kita berkaca tentang eksistensi diri di hadapan Sang Pencipta. Ia adalah barisan kata tempat kita mengeja kehendak dan keagungan-Nya. Maka puisi adalah dzikir untuk mengingat-Nya. Maka puisi adalah tasbih yang memuji keagungan-Nya. Maka puisi adalah hamdalah yang mewujud syukur pada-Nya. Maka puisi adalah takbir pembakar semangat di jalan-Nya.

:’)

Dikutip dari Buku “Pelangi Sepertiga Malam” karya dua orang yang telah setahun lebih saya kagumi tulisannya. @scientiafifah dan @beziemanggala. Barakallah 😉

Langit Kami

Kalian tahu mengapa kita selalu suka memandang langit?

Karena meski jauh, dia selalu terlihat kemanapun kita pergi. Aku melihatnya, dan hatiku berbisik mesra, kita melihat langit yang sama.

Karena meski jauh, dia tak henti memberikan awan harapan yang berarak mengiringi. Aku melihatnya dan hatiku bergumam syukur kita melihat kilau yang ada.

Karena langit selalu punya warna jiwa, Kadang ia cerah berwarna jingga atau emas, Kadang semburat kekuningan, Seringkali ia membiru menenangkan, Bahkan kadang kelabu atau legam.

Karena di langit doa-doa kita bertemu, bersama berjuta pengharapan, dan saling berpaut, menyemangati kita untuk terus berjuang.

Itulah mengapa kita selalu suka memandang langit, karena pada langit yang sama, selalu ada harap, doa, dan juang 🙂

Oleh: Riska, Tiko, dan Cipi.

*setelah sekian lama gak berpuisi berantai lagi… 😀

Relativitas

Kalian tahu, mengapa ada orang yang nyaman berbuat seperti ini, ada juga orang yang nyaman berbuat seperti itu.

Atau, mengapa ada orang yang yakin berbuat seperti ini benar, dan juga orang yang yakin berbuat seperti itu benar.

Padahal ada kemungkinan kenyamanan dan keyakinan itu bagi orang lain adalah tidak nyaman, tidak yakin, bahkan tidak benar.

Ada sebongkah emosi, yang dinamakan prinsip atau nilai berperan didalamnya.

Setiap kita yang diciptakan Allah. Sudah pasti memiliki nilai yang dimiliki oleh diri. Nilai-nilai itu terbentuk dari proses panjang yang dinamakan pengalaman hidup.

Ia terpahat dari aspek-aspek seperti, siapa orang tua kita, bagaimana lingkungan keluarga, siapa teman-teman terdekat kita, apa saja komunitas yang diikuti, siapa yang kita idolakan, sampai pada hobi, cita-cita, dan passion kita.

Oleh karenanya nilai kita bisa berbeda dengan nilai orang lain.

Nilai adalah kumpulan jati diri, niat, dan pedoman terbaik yang bisa dipikirkan oleh masing-masing orang (Kazuo Inamori). Banyak manfaat saat mengetahui, memahami, dan istiqomah terhadap nilai kita. Kesadaran mengenai nilai akan memberikan arah dalam segala aspek kehidupan. Seluruh tindakan akan konsisten dan tanpa penyesalan. Tiada kekhawatiran. Tanpa ketakutan. Tidak ada lagi kebingungan dalam menentukan pilihan hidup dan karier.

Tetapkan nilai dan tidak akan ada lagi perdebatan monolog dengan diri sendiri, tidak akan ada lagi malam-malam susah tidur. Dan tidak akan ada lagi pertanyaan-pertanyaa­n seperti ini: “Apakah pilihan saya salah atau benar ya?” atau “Apakah kita bisa melakukannya lebih baik?” atau “Apakah ada opsi lain yang kita tidak tahu?”

Ibarat akar bagi pohon besar, nilai memang tidak terlihat namun punya fungsi besar dalam menopang kita untuk hidup dan tumbuh.

Nilai bisa dilihat dari, Apakah hal terbaik dan terbenar yang harus dijalankan oleh manusia? Kata kuncinya adalah righteousness (kebenaran dan kebajiakn). Seperti nilai-nilai terbaik yang selalu diajarkan oleh agama kita. Atau simpelnya nilai adalah tentang bagaimana kita hendak diingat oleh keluarga, teman, dan orang lain, saat kita sudah tidak ada.

Nilai mengikuti suara hati. Kemana ia ingin tuju, maka ikutilah. InsyaAllah, niscaya, semesta dan apa-apa yang telah Allah tetapkan padamu, akan berjalan mengiringi.

Sttt. Suara hati yang baik, akan didapat dari interaksi baik kita dengan Allah, dan makhluknya. Selalu 🙂

Semangat ya hati. Temukan nilai diri. Hargai mereka yang mempunyai nilai berbeda dari kita 😉